KPK Periksa mantan Gubernur jawabarat dugaan korupsi pengadaan iklan

Bandung,.RN-Pada siang bolong, rumah mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, yang terletak di Jalan Gunung Kencana, RT 06/RW 06, Kelurahan Ciumbuleuit, Kecamatan Cidadap, Kota Bandung mendadak kedatangan sejumlah penyidik dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka melakukan penggeledahan.

Penggeledahan yang berlangsung pada Senin, 10 Maret 2025, tersebut berkaitan dengan kasus dugaan korupsi di Bank Jabar Banten (BJB) yang diduga terkait mark-up dana iklan mencapai Rp 200 miliar selama periode 2021-2023.

Penggeledahan rumah Ridwan Kamil di Bandung berlangsung selama beberapa jam. Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto membenarkan bahwa penggeledahan itu terkait dugaan korupsi pengadaan iklan.

“Terkait dugaan korupsi pengadaan iklan,” ungkap Fitroh Rohcahyanto, Selasa (11/3/2025).

Fitroh mengakui KPK belum pernah memanggil Ridwan Kamil terkait kasus ini. Ia pun belum memastikan kapan pihaknya akan memeriksa mantan Wali Kota Bandung tersebut.

“Kita lihat saja prosesnya, penyidik yang paham terkait teknisnya,” jelas Fitroh.

Fitroh mengaku kerugian negara dalam kasus ini mencapai ratusan miliar rupiah. “Ratusan miliar, angka persisnya lupa,” kata Fitroh.

Sementara Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto, menyatakan hasil detailnya akan diumumkan pada konferensi pers. Namun hingga saat ini, KPK belum merilis informasi mengenai temuan selama penggeledahan.

Meskipun Ridwan Kamil belum pernah diperiksa sebelumnya, KPK menegaskan penggeledahan dilakukan karena telah memiliki bukti yang cukup.

KPK sendiri telah resmi menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) pada 27 Februari 2025 dan menetapkan beberapa tersangka, meskipun identitasnya masih dirahasiakan.

KPK juga tengah melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum lain untuk memastikan tidak ada tumpang tindih dalam penyelidikan.

Duduk Perkara Dugaan Korupsi di BJB
Kasus ini berawal dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menemukan dugaan penyimpangan dana iklan Bank BJB sebesar Rp28 miliar. Temuan ini pertama kali dilaporkan oleh BPK dalam laporan mereka yang diterbitkan pada Maret 2024.

Dalam laporan tersebut, BPK mengungkapkan bahwa Bank BJB mengalokasikan anggaran belanja iklan sebesar Rp 341 miliar yang dikelola melalui enam perusahaan agensi perantara.

Namun, nilai yang diterima media jauh lebih kecil dibandingkan jumlah yang sebenarnya dialokasikan bank. Kejanggalan inilah yang memicu dugaan korupsi, di mana terjadi mark-up dalam dana iklan yang disalurkan.

Melihat temuan tersebut, pada September 2024 KPK menggelar rapat ekspose perkara dan memutuskan untuk membawa kasus ini ke tahap penyidikan. Dalam rapat tersebut, KPK mencatat adanya lima calon tersangka yang akan diselidiki lebih lanjut.

Dua di antaranya merupakan petinggi Bank BJB, sementara tiga lainnya berasal dari pihak swasta yang diduga terlibat dalam praktik mark-up dana iklan tersebut.

Namun, meskipun kasus ini telah memasuki tahap penyidikan, hingga awal 2025 status tersangka belum juga diumumkan. Baru pada 27 Februari 2025, KPK akhirnya mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik).

Sementara Direktur Utama BJB, Yuddy Renaldi, mengundurkan diri pada 4 Maret 2025, Perseroan telah menerima surat pengunduran diri Yuddy Renaldi selaku Direktur Utama Perseroan. Pengunduran diri tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan alasan pribadi.

Pengunduran diri Yuddy secara mendadak ini tepat satu hari sebelum KPK memberi pengumuman soal dimulainya penyidikan.

Permohonan pengunduran diri tersebut akan diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan Tahun Buku 2024 (RUPST TB 2024) sesuai dengan Anggaran Dasar Perseroan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sementara Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi mengaku tidak mengetahui alasan pasti pengunduran diri Yuddy. Termasuk apakah terkait dengan pemeriksaan BJB oleh KPK.

“Saya tidak tahu inti dari pengunduran itu, yang jelas bagi saya pengunduran itu adalah sikap yang lebih baik dibanding meneruskan memimpin BJB, karena ada beberapa hal soal pengelolaan yang menurut saya juga tidak terpenuhi,” kata Dedi.

Terkait dengan penyidikan KPK, Dedi mengatakan mereka mengikuti apa yang menjadi ketentuan dan memberikan penegasan bahwa kasus hukum ini tidak akan mengganggu proses pelayanan di BJB.

“Kita hormati seluruh proses hukum itu, karena ini sudah mengundurkan diri tidak akan mengganggu proses pelayanan BJB sendiri,” ujarnya lagi.(red)